Jakarta - Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin meraih
penghargaan ProKlim dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Penghargaan diberikan atas kontribusi dalam melaksanakan Program Kampung Iklim
(Proklim) 2024.
Penghargaan diserahkan oleh Menteri LHK RI Siti Nurbaya pada Festival LIKE 2 di
Jakarta Convention Center (JCC), Jumat (9/8). Pada kesempatan ini, diserahkan
juga penghargaan Proklim Kategori Utama kepada Dusun Bandung, Desa Sukorejo,
Kecamatan Gandusari.
Bupati yang akrab disapa Mas Ipin ini mengatakan capaian tersebut tentunya tak
terlepas dari program Adipura Desa yang digagas di Kabupaten Trenggalek. Dalam
program ini, pemerintah memberikan transfer fiskal bagi desa yang progresif terkait
bagaimana resiliensi terhadap perubahan iklim.
Arifin menilai hal tersebut turut mendorong daya kreatif
masyarakat. Bahkan saat ini skalanya diperkecil di tingkat kelurahan dengan
adanya Adipura RT, di mana tahun ini baru pertama digelar. Ia menilai kegiatan
yang dilakukan melalui gotong royong masyarakat dapat menghemat anggaran
pemerintah, namun memberikan dampak besar biasa bagi iklim.
"Sekarang dari 157 desa/kelurahan sudah ada 120 yang ikut karena kita
gelar ini sejak tahun 2019, makanya sekarang di Trenggalek juga sudah ada desa
penerima Proklim Lestari, di sana mereka konservasi penyu bahkan punya Perdes
terkait konservasi," paparnya.
"Bahkan di sektor pertanian sekarang ada komunitas kelompok tani yang
menggagas lahan padi hemat air, jadi ini bagian dari sawah Proklim menurut
saya, imbuhnya.
la menambahkan, Menteri LHK sempat menyinggung bahwa krisis iklim akan
berdampak pada krisis pangan. Sebab, kemampuan tanah menyimpan air semakin
menurun. Namun, saat ini telah banyak inovasi yang dilakukan para petani untuk
menyikapi musim tanam yang tidak dapat diprediksi.
"Mereka, petani-petani idenya luar biasa, tanah digali 50 cm diberi
lapisan semipermeabel, tanahnya dikembalikan di situ, ketika diisi air, airnya
bertahan di situ, dan itu yang dulu lahan kering tidak bisa ditanam padi
sekarang bisa panen sampai 4 kali dalam satu musim," ujarnya.
"Ini artinya komunitas sudah mulai semangat, sudah mulai tahu bahwa
sekarang musim tanam tidak bisa diprediksi, cuaca hujan ekstrem, kekeringan
parah, jadi inovasi-inovasi kecil seperti itu berdampak," pungkasnya.